AnalisaKata
Beranda Info Menarik Penyebab Kecurangan yang Sering Terjadi Saat Pemilu dan Pencegahannya

Penyebab Kecurangan yang Sering Terjadi Saat Pemilu dan Pencegahannya

source: cdn.rri.co.id

Setiap pemilihan umum diadakan sering muncul informasi mengenai kecurangan yang dilakukan baik tim sukses ataupun peserta pemilu itu sendiri. Kecurangan ini bahkan bisa terjadi mulai dari sebelum pemilu berlangsung, seperti pada masa kampanye, hingga menjelang hari pemilihan, misalnya saja serangan fajar. Kecurangan ini pun bahkan bisa terjadi pada saat perhitungan dan rekapitulasi suara dilakukan. Kecurangan yang terjadi pada saat rekapitulasi suara berasal dari TPS ke tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional.

Kecemasan tentang kecurangan ini tidak hanya menyerang peserta pemilu, tetapi juga masyarakat Indonesia yang menginginkan pemimpin yang sesuai. Kecemasan muncul karena banyak peserta pemilu dan partai politik yang melakukan kecurangan tersebut. Tindakan manipulasi ini mengganggu proses dan hasil pemilu sehingga kepentingan untuk rakyat terganti dengan kepentingan pribadi atau kelompok.

Indikasi kecurangan pada pemilu banyak ditemukan di daerah hingga tingkat nasional. Selain itu masih banyak kesalahan yang terjadi mengenai cara pencoblosan, yang bisa memengaruhi keabsahan satu suara. Secara teknis, sulit kemungkinan satu pemilih bisa melakukan lebih dari dua kali pencoblosan, karena adanya tanda dengan mencelupkan jari tangan ke tinta yang sulit dihilangkan. Namun, ada beberapa kecuriga bahwa kecurangan bisa terjadi melalui beberapa cara yang dilakukan dengan cara yang sangat canggih.

Penyebab Kecurangan Saat Pemilu

Kecurangan yang terjadi bukan hanya soal kredibilitas etika dan moral orang-orang yang terlibat, namun juga sistem yang memungkinan hal tersebut terjadi. Kecurangan yang biasanya terjadi bukan hanya melibatkan persaingan antar partai, namun juga melibatkan persaingan antara caleg dari satu partai yang sama guna memperebutkan suara.

Hal ini karena sistem pemilu legislatif di Indonesia menggunakan sistem terbuka, di mana seorang caleg bisa terpilih menduduki kursi jabatannya dengan mendapatkan suara terbanyak di antara daftar caleg lain di partainya. Persaingan yang juga kian panas antar peserta pemilu inilah yang kemudian menjadi celah untuk melakukan kecurangan. Sistem ini tentunya mendorong para caleg untuk mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya, dengan cara apapun.

Penyebab lainnya adalah patronase politik yang kuat antara caleg, penyelenggara pemilihan, dan pemilih. Patronase politik sendiri adalah kegiatan pemberian imbalan, sebagai rasa terima kasih, dari calon legislatif atau peserta pemilihan kepada pihak yang telah memberikan dukungan. Relasi ini tidak hanya melibatkan hal-hal non material namun juga material sebagai bahan kesepakatan di antara pihak yang terlibat.

Hal non material ini misalnya saja pemberian dukungan karena adanya hubungan kekerabatan atau kedekatan secara personal. Sementara hal material biasanya berupa biaya politik. Hal ini jugalah yang kemudian mendorong para calon untuk menghalalkan segala cara untuk menang, karena modal yang mereka keluarkan dalam jumlah yang tidak sedikit.

Penyebab berikutnya adalah sistem pendukung dalam pemilu yang masih lemah dan bisa membuka celah untuk terciptanya manipulasi suara. Manipulasi yang sering terjadi pada setiap pemilu adalah data pemilih yang tidak pernah akurat, dan rekapitulasi suara yang berjenjang yang membuka peluang kecurangan.

Pencegahan Kecurangan

Peluang kecurangan ini besar dan mungkin saja terjadi setiap pelaksanaan pemilu, karenanya aksi untuk pencegahannya pun perlu untuk selalu dilakukan. Pencegahan kecurangan sudah mulai dilakukan saat pemilu 2009, di mana partai politik menunjuk saksi untuk terus mengikuti jalannya perhitungan suara dari tingkat TPS hingga tingkat tertinggi.

Langkah berikutnya juga melibatkan organisasi-organisasi masyarakat sipil (CSO) yang harus berani dan aktif dalam mengungkapkan kebenaran. Umumnya yang terlibat adalah aparat Departemen Dalam Negeri, TNI, Polri, dan jajaran intelijen. Selain itu juga kehadiran media massa sebagai watchdog dalam pemilu juga bisa menjadi tiang demokrasi yang dapat dipercaya oleh rakyat dan mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan.

Langkah terakhir, yang juga terpenting, tentu saja berasal dari diri sendiri. Dengan memiliki integritas yang tinggi, baik sebagai peserta atau pun pemilih, maka kecurangan tersebut bisa dihindari. Untuk dapat lebih memahami apa itu nilai integritas, kamu bisa mengunjungi situs ACLC KPK, Pusat Edukasi Antikorupsi KPK. Selain mengenai integritas, kamu juga bisa mempelajari lebih banyak  mengenai antikorupsi di Indonesia.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan